Jumat, 31 Mei 2019

Perbedaan Al-qur'an, wahyu dan hadis qudsi


              Mata Kuliah                                                                       Dosen Pengampu
           Studi Al-Qur’an                                                    Adek Joko Haryanto, S. Th.I, M.Ag.

PERBEDAAN AL-QUR’AN, WAHYU DAN HADIS QUDSI





DISUSUN OLEH :
Kelompok 1

                                 AWLIYA FITHRI                               1177*******
                                 FACHRY SATYA PUTRA                1177*******
                                 PUTRI ALVIONYTA                         1177*******


PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2019








BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang
Al-Quur’an, Wahyu, Hadis Qudsi merupakan bagian dari syariat islam, ketiganya merupakan sumber dari segala sesuatu tentang apa yang disampaikan oleh Allah SWT. Masing-masing memiliki pemahaman dan konstektualitasnya tersendiri, penjelasan-penjelasan antara ketiganya dapat dijadikan sebagai pedoman hidup bagi umat islam untuk meningkatkan keimanannya.
Tetapi hukum mengenai pengalaman antara ketiganya bisa berbeda, serta memahami diantara ketiganya ada yang merupakan ibadah dan ada pula yang tidak, ada yang bisa ditolak dan ada pula yang sudah sangat absolut. Ketiganya memiliki perbedaan-perbedaan mendasar mulai dari hukum mempelajarinya, mempercayainya, dan berbagai perbedaan antara ulama mengenai isi kandungan dan pengertian antara ketiganya.


B.         Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an ? 
2.      Seperti apa Kontekstualitas Al-Qur’an ?
3.      Apa yang dimaksud dengan Wahyu ?
4.      Bagaimana Cara Allah menyampaikan Wahyu ?
5.      Apa yang dimaksud dengan Hadis Qudsi ?
6.      Apa Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Hadis Qudsi ?







BAB II
PEMBAHASAN
A.    AL-QUR’AN
1.    Pengertian Al-QUR’AN
Al-qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah  SWT kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Petunjuk-petunjuk yang dibawanya pun dapat menyinari seluruh isi alam ini, baik bagi manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Karena itu, keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an tidak dapat diukur dengan perhitungan manusia termasuk di dalamnya Al-Qur’an memuat intisari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya seperti Zabur, Taurat, dan Injil.
Allah bersumpah bahwa karena dia sendiri yang telah menurunkan Al-Qur’an ke muka bumi ini maka dia perlu memeliharanya sepanjang zaman,l sehingga Al-Qur’an terpelihara dari perubahan tangan-tangan kotor manusia.
Sebagai kitab hidayah sepanjang zaman, Al-Qur’an memuat informasi-informasi dasar tentang berbagai masalah baik informasi berupa teknologi, etika, hukum ekonomi, biologi, kedokteran, dan sebagainya. Hal ini merupakan salah satu bukti tentang keluasaan dan keluwesan n isi kandungan Al-Qur’an  tersebut.
2.    Kontekstualitas Al-Qur’an
Menurut istilah, Al-Qur’an  adalah firman Allah yang berupa mukjizat, ditunkan  kepada Nabi Muhammad SAW, ditulis dalam  mushhaf, dinukilkan secara mutawatir, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an merupakan induk dari segala sumber hukum, disamping berupa mukjizat, juga berupa ibadah apabila dibaca. Dalam Surat al-Maidah ayat 67 Allah SWT berfirman yang artinya  “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepada engkau dari Tuhanmu, dan jika tidak engkau  laksanakan , maka tidaklah engkau  menyampaikan risalah-Nya.”(Surat al-Maidah/5:67), ayat tersebut mengandung keterangan bahwa Nabi SAW diperintah supaya menyampaikan  dan menyiarkan apa-apa yang diturunkan oleh Allah SW  kepada beliau, yaitu Al-Qur’an.
Dalam sebuah riwayat hadist yang berbunyi “Dari Abu Hurairah  .r.a berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barang siapa telah menaati aku, maka sesungguhnya ia telah menaaati Allah; dan barang siapa mendurhakai aku, maka sesungguhnya ia telah mendurhakai Allah.”(Riwayat Bukhari , Muslim dan Ibnu Majah).
Hadist riwayat Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah yang tersebut di atas adalah sahih. Hadist itu menunjukkan bahwa barang siapa mengikuti pimpinan Nabi Muhammad SAW, maka sesungguhnya ia telah mengikuti atau menaati pimpinan Allah dan sebaliknya.
Dari segi sumbernya, Al-Qur’an dikategorikan sebagai sumber qath’iy al-wurud (qath’iy al-tsubut) yakni kepastian datangnya dari Allah SWT tanpa keraguan sedikitpun. Barangsiapa tidak  meyakini (menolak) eksistensi  Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT, dia termasuk kafir. Adapun dari segi kandungannya, ayat Al-Qur’an terbagi dua yakni qath’iy al-dilalah dan  zhanniy al-dilalah. Yang dimaksud dengan qath’iy al-dilalah (pasti maknanya) adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah jelas maknanya (tidak membutuhkan penafsiran) sedangkan zhanniy al-dilalah (relative maknanya) adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang membutuhkan penafsiran, sehingga memungkinkan para ulama dan pemikir Islam dari zaman ke zaman berbeda pendapat.
Pembahasan mengenai qath’iy dan zhanniy tidak ditemukan dalam kajian hukum ‘ulum al-qur’an, melainkan dalam kajian usbul al-fiqh. Karena yang menetapkan adanya qath’iy dan zhanniy adalah ulama usul, maka ayat-ayat yang dipandang demikian oleh mereka adalah ayat-ayat yangt berkenaan dengan persoalan hukum.
Pada umumnya  isi kandungan Al-Qur’an bersifat global dalam mengemukakan satu persoalan, itulah sebabnya Al-Qur’an memerlukan interpretasi sebagai upaya untuk merinci kandungan Al-Qur’an dan diperlukan hadist Nabi SAW, sebab tanpa adanya hadist Nabi SAW tersebut banyak ayat Al-Qur’an yang sulit dipahami degan jelas karena hadist-hadist yang menafsirkan Al-Qur’an  (hadist tafsir) terbatas jumlahnya, maka dianjurkan kepada ulama yang mempunyai kemampuan untuk menafsirkan Al-Qur’an, agar kandungan Al-Qur’an dapat dipahami secara utuh.

B.     WAHYU
1.        Pengertian Wahyu
Nabi Muhammad sebagai manusia biasa menerima bisikan dari Allah yang disebut dengan Wahyu. Bisikan itu berisi misi atau risalah yang disampaikan kepadanya melalui jibril. Artinyaa, pewahyuan Al-Qur’an kepada nabi menggambarkan terjadinta perjumpaan antara makhluk material (jasmani), yaitu nabi dengan makhluk immaterial (rohani), yaitu Jibril. Dan diterimanya Wahyu oleh nabi Muhammad Saw dari Allah, nerarti terjadinya interaksi antara makhluk jasadi dengan Khaliq yang maha tinggi.
Al-Qur’an menyebutkan, ada tiga cara penyampaian misi ilahiah itu kepada para nabi dan rasul, yaitu melalui Wahyu, pembicaraan dibalik hijab, dan atau Allah mengirim seorang utusannya. Dari tiga cara penyampaian misi ilahiah itu, dua diantaranya langsung dari Allah kepada para nabi adalah melalui Wahyu dan pembicaraan dibalik tabir.
Wahyu menurut Al-Hijazi, berarti menyampaikan sesuatu kedalam hati, sama ada diwaktu bangun ataupun diwaktu tidur.
Menurut Az-Zarqani, Wahyu itu adalah pemberitahuan Allah kepada hamba pilihannya mengenai segala macam hidayah dan ilmu yang ingin disampaikan dengan cara penyampaian hidayah atau ilmu yang ingin disampaikan dengan cara tersembunyi dan tidak akan terjadi pada manusia biasa. Definisi Al-Hijazi diatas merupakan wahyu dalam arti umum, dengan kan definisi yang dibuat Az-Zarqani lebih menggambarkan wahyu sebagai cara Allah, secara langsung, menyampaikan hidayah dan ilmu kepada para nabinya dengan membisikkan kedalam qalbu mereka sehingga para nabi itu dengan tanpa belajar dan membaca mengetahui apa-apa yang tidak diketahui oleh orang lain.
Pembicaraan dibalik tabir merupakan  salah satu cara Allah menyampaikan risalahnya kepada nabi. Nabi tidak melihat allah, tetapi ia dapat menerima hidayah atau risalah tersebut, seperti yang dialami oleh nabi Musa As.

2.        Cara Allah menyampaikan Wahyu
Cara lainnya adalah melalui perantaraan malaikat. Hal ini meliputi empat cara, yaitu :
a)        Malaikat menyampaikan kedalam hati nabi, dimana nabi tidak melihatnya.
b)        Datang kepada nabi seperti seorang laki-laki dan lalu menyampaikan misi ilahiah itu kepadanya
c)        Datang kepada nabi seperti bunyi bel. Hal ini sangat susah bagi nabi (asyadd alayh), sehingga ia berkeringat walaupun pada saat cuaca dingin.
d)       Datang kepada nabi dalam bentuk aslinya sebagai malaikat. Kemudian ia menyampaikan misi ilahiah itu kepada rasul sesuai dengan apa-apa yang Allah kehendaki.

C.    HADIS QUDSI
1.        Pengertian Hadist Qudsi
Pembahasan-pembahasan ini diambil dari kitab Al –Ittihafatus Saniyah fil Ahditsil qudsiyah yang telah disebutkan sebagai penutup pada kitab Al-Ittihafatus Saniyah. Demikian pula kami nukilkan apa yang dikemukakan oleh Sayyid Jamaluddin Al-Qasimi Ad Damasyqi dari kitabnya yang bertitel Qawa’iduts Tahdits minfunumi Mushhalahil hadits.
Pengertian hadist disandarkan  kepada qudsi karena menyandarkan pengertian (ma’na) hadist itu kepada Allah sendiri sebagaimana definisi Hadist Qudsi dimana Allah memberitakannya kepada Nabi SAW dengan  ilham atau tidur. Lalu Nabi SAW memberitakan pengertian itu dengan ungkapan (susunan kalimat) beliau sendiri.  Sedangkan Al-Qur’an  lebih dari itu, karena lafazhnya diturunkan juga dari sisi Allah SWT.
Maulana Ali Al Qari berkata:  Hadist Qudsi adalah sesuatu yang diriwayatkan oleh sumber para rawi (Rasul) dansumber kepercayaan dari Allah. Sekali waktu dengan perentaraan Jibril as dan sekali waktu diserahkan kepada kemauan beliau dengan susunan yang bagaimana pun macamnya.
Perbedaan antara Al-Qur’an dan  Hadist Qudsi berkembang di kalangan ulama antara lain: tidak sah shalat dengan membaca Hadist Qudsi , tidakdiharamkan menyentuh dan membaca Hadist Qudsi  bagi orang junub, haid dan nifas, lafazhnya tidak menjadi mu’jizat , dan tidak kafir orang yang menentangnya.   
Syaikh Muhammad Ali Al Faruqi mengemukakan  dalam Kasyful ishthilahat walfunun ketika menerangkan macam-macam dan pembagian hadist sebagai berikut:  
Hadist itu adalah  hadist Nabi  dan hadist Ilahi yang disebut  juga hadist qudsi. Hadist Qudsi adalah sesuatu yang diriwayatkan oleh Nabi SAW dari Tuhan Yang Mulia dan Maha Besar. Sedangkan Hadist Nabi adalah hadist yang tidak demikian itu. Itulah yang dapat difahamkan dari apa yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Mubin dalam  menjelaskan hadist yang ke 24.
Al Halabi berkata dalam Hasyiyatut Ta’wil dalam bagian pertama ketika menerangkan ma’na Al-Qur’an : Hadist ilahi adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi SAW pada malam Mi’raj dan disebut sebagai Asrarul Wahyi (wahyu rahasia).
2.        Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Hadist Qudsi
            Menurut Amir Humaiduddin perbedaan antara Al-Qur’an dan Hadist Qudsi ada enam:
a)          Al-Qur’an adalah mu’jizat, sedangkan  Hadist Qudsi tidak menjadimu’jizat
b)          Shalat itu baru dapat sah dengan Al-Qur’an, tidak demikian hanya hadist qudsi
c)          Orang yang menentang Al-Qur’an menjadi kafir, berbeda dengan hadist qudsi penentangnya tidak kafir
d)         Al-Qur’an menggunakan perantara Jibril ra antara Nabi SAW dan Allah SWT, berbeda dengan hadist qudsi
e)          Al-Qur’an wajib lafalnya dari Allah SWT, berbeda dengan hadist qudsi yang lafalnya boleh dari Nabi SAW
f)           Al-Qur’an hanya disentuh dalam keadaan suci, sedangkan hadist qudsi boelh disentuh oleh orang yang hadats. Kemudian  ia berkata: Dengan perbedaan ini nyatalah perbedaan antara hadist qudsi dan Al-Qur’an, dan apa yang dinasakh bacaannya karena saya ketahui dengan menukil dari al-Itqan, yang mana kalimat-kalimat Al-Qur’an disebut surat dan ayat. Demikianlah yang dapat saya  kutib dari Kitab Ittihafatus Saniyah.
Menurut kuliah Abil Baqa’ dalam  membedakan antara Al-Qur’an dan Hadist Qudsi adalah Al-Qur’an sesuatu yang lafal dan pengertiannya dari sisi Allah SWT dengan wahyu yang jelas. Adapun Hadist Qudsi adalah sesuatu yang lafalnya dari sisi Rasul SAW dan pengertiannya dari sisi Allah dengan  ilham atau impian.
Sebagian ulama berkata: Al-Qur’an adalah lafazh yang menjadi mu’jizat dan diturunkan dengan perantaraan Jibril sedang Hadist Qudsi itu tidak menjadi mu’jizat dan tanpa perantara Jibril.
Ath- Thibi berkata: Al-Qur’an adalah lafazh yang diturunkan oleh Jibril atas Nabi SAW, sedang Hadist Qudsi adalah pengertiannya diberitakan oleh Allah dengan ilham atau tidur. Lalu Nabi SAW memberitakan kepada umat beliau dengan susunan kalimat beliau sendiri.















BAB III
PENUTUP

Al-qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah  SWT kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Menurut istilah, Al-Qur’an  adalah firman Allah yang berupa mukjizat, ditunkan  kepada Nabi Muhammad SAW, ditulis dalam  mushhaf, dinukilkan secara mutawatir, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya.
Menurut Az-Zarqani, Wahyu itu adalah pemberitahuan Allah kepada hamba pilihannya mengenai segala macam hidayah dan ilmu yang ingin disampaikan dengan cara penyampaian hidayah atau ilmu yang ingin disampaikan dengan cara tersembunyi dan tidak akan terjadi pada manusia biasa.
Maulana Ali Al Qari berkata:  Hadist Qudsi adalah sesuatu yang diriwayatkan oleh sumber para rawi (Rasul) dansumber kepercayaan dari Allah.

















DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Umar. 2005.  Kontekstualitas Al-qur’an:Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta: Pt. Penamadani.
Chalil, Moenawar. 1999. Kembali Kepada Al-Qur’an Dan Assunnah. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Lembaga Al Qur’an dan Al Hadist Mejlis Tinggi Urusan Agama Islam Kementrian Waqaf Mesir. 1982. Kelengkapan Hadist Qudsi. Semarang: CV.Toha Putra.
Yusuf, Kadar M. 2012. Studi Al-Qur’an. Jakarta:Teruna Grefica

Tidak ada komentar:

Posting Komentar