Mata
Kuliah Dosen Pengampu
Studi Al-Qur’an Adek
Joko Haryanto, S. Th.I, M.Ag.
PERBEDAAN AL-QUR’AN, WAHYU DAN HADIS QUDSI
‘
DISUSUN OLEH :
Kelompok 1
AWLIYA FITHRI 1177*******
FACHRY SATYA
PUTRA 1177*******
PUTRI ALVIONYTA 1177*******
PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2019
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-Quur’an,
Wahyu, Hadis Qudsi merupakan bagian dari syariat islam, ketiganya merupakan
sumber dari segala sesuatu tentang apa yang disampaikan oleh Allah SWT.
Masing-masing memiliki pemahaman dan konstektualitasnya tersendiri,
penjelasan-penjelasan antara ketiganya dapat dijadikan sebagai pedoman hidup
bagi umat islam untuk meningkatkan keimanannya.
Tetapi hukum
mengenai pengalaman antara ketiganya bisa berbeda, serta memahami diantara
ketiganya ada yang merupakan ibadah dan ada pula yang tidak, ada yang bisa
ditolak dan ada pula yang sudah sangat absolut. Ketiganya memiliki
perbedaan-perbedaan mendasar mulai dari hukum mempelajarinya, mempercayainya,
dan berbagai perbedaan antara ulama mengenai isi kandungan dan pengertian
antara ketiganya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
Al-Qur’an ?
2. Seperti apa Kontekstualitas Al-Qur’an ?
2. Seperti apa Kontekstualitas Al-Qur’an ?
3.
Apa yang dimaksud dengan
Wahyu ?
4.
Bagaimana Cara Allah
menyampaikan Wahyu ?
5.
Apa yang dimaksud dengan
Hadis Qudsi ?
6.
Apa Perbedaan Antara
Al-Qur’an dan Hadis Qudsi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
AL-QUR’AN
1.
Pengertian Al-QUR’AN
Al-qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan
oleh Allah SWT kepada manusia melalui
Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Petunjuk-petunjuk yang
dibawanya pun dapat menyinari seluruh isi alam ini, baik bagi manusia, hewan,
maupun tumbuh-tumbuhan. Karena itu, keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an tidak
dapat diukur dengan perhitungan manusia termasuk di dalamnya Al-Qur’an memuat
intisari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya seperti Zabur, Taurat, dan Injil.
Allah bersumpah bahwa karena dia sendiri yang telah
menurunkan Al-Qur’an ke muka bumi ini maka dia perlu memeliharanya sepanjang
zaman,l sehingga Al-Qur’an terpelihara dari perubahan tangan-tangan kotor
manusia.
Sebagai kitab hidayah sepanjang zaman, Al-Qur’an
memuat informasi-informasi dasar tentang berbagai masalah baik informasi berupa
teknologi, etika, hukum ekonomi, biologi, kedokteran, dan sebagainya. Hal ini
merupakan salah satu bukti tentang keluasaan dan keluwesan n isi kandungan
Al-Qur’an tersebut.
2.
Kontekstualitas Al-Qur’an
Menurut istilah, Al-Qur’an adalah firman Allah yang berupa mukjizat,
ditunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
ditulis dalam mushhaf, dinukilkan secara
mutawatir, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya. Hal ini menunjukkan bahwa
Al-Qur’an merupakan induk dari segala sumber hukum, disamping berupa mukjizat,
juga berupa ibadah apabila dibaca. Dalam Surat al-Maidah ayat 67 Allah SWT
berfirman yang artinya “Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepada engkau dari Tuhanmu, dan jika tidak
engkau laksanakan , maka tidaklah
engkau menyampaikan risalah-Nya.”(Surat
al-Maidah/5:67), ayat tersebut mengandung keterangan bahwa Nabi SAW diperintah
supaya menyampaikan dan menyiarkan
apa-apa yang diturunkan oleh Allah SW
kepada beliau, yaitu Al-Qur’an.
Dalam sebuah riwayat hadist yang berbunyi “Dari Abu
Hurairah .r.a berkata: Rasulullah SAW
pernah bersabda: “Barang siapa telah menaati aku, maka sesungguhnya ia telah
menaaati Allah; dan barang siapa mendurhakai aku, maka sesungguhnya ia telah
mendurhakai Allah.”(Riwayat Bukhari , Muslim dan Ibnu Majah).
Hadist riwayat Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah yang
tersebut di atas adalah sahih. Hadist itu menunjukkan bahwa barang siapa
mengikuti pimpinan Nabi Muhammad SAW, maka sesungguhnya ia telah mengikuti atau
menaati pimpinan Allah dan sebaliknya.
Dari segi sumbernya, Al-Qur’an dikategorikan sebagai
sumber qath’iy al-wurud (qath’iy al-tsubut) yakni kepastian
datangnya dari Allah SWT tanpa keraguan sedikitpun. Barangsiapa tidak meyakini (menolak) eksistensi Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT, dia
termasuk kafir. Adapun dari segi kandungannya, ayat Al-Qur’an terbagi dua yakni
qath’iy al-dilalah dan zhanniy
al-dilalah. Yang dimaksud dengan qath’iy
al-dilalah (pasti maknanya) adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah jelas
maknanya (tidak membutuhkan penafsiran) sedangkan zhanniy al-dilalah (relative maknanya) adalah ayat-ayat Al-Qur’an
yang membutuhkan penafsiran, sehingga memungkinkan para ulama dan pemikir Islam
dari zaman ke zaman berbeda pendapat.
Pembahasan mengenai qath’iy dan zhanniy tidak
ditemukan dalam kajian hukum ‘ulum al-qur’an, melainkan dalam kajian usbul
al-fiqh. Karena yang menetapkan adanya qath’iy
dan zhanniy adalah ulama usul,
maka ayat-ayat yang dipandang demikian oleh mereka adalah ayat-ayat yangt
berkenaan dengan persoalan hukum.
Pada umumnya
isi kandungan Al-Qur’an bersifat global dalam mengemukakan satu
persoalan, itulah sebabnya Al-Qur’an memerlukan interpretasi sebagai upaya
untuk merinci kandungan Al-Qur’an dan diperlukan hadist Nabi SAW, sebab tanpa
adanya hadist Nabi SAW tersebut banyak ayat Al-Qur’an yang sulit dipahami degan
jelas karena hadist-hadist yang menafsirkan Al-Qur’an (hadist tafsir) terbatas jumlahnya, maka
dianjurkan kepada ulama yang mempunyai kemampuan untuk menafsirkan Al-Qur’an,
agar kandungan Al-Qur’an dapat dipahami secara utuh.
B.
WAHYU
1.
Pengertian Wahyu
Nabi Muhammad sebagai manusia biasa menerima bisikan dari
Allah yang disebut dengan Wahyu. Bisikan itu berisi misi atau risalah yang
disampaikan kepadanya melalui jibril. Artinyaa, pewahyuan Al-Qur’an kepada nabi
menggambarkan terjadinta perjumpaan antara makhluk material (jasmani), yaitu
nabi dengan makhluk immaterial (rohani), yaitu Jibril. Dan diterimanya Wahyu
oleh nabi Muhammad Saw dari Allah, nerarti terjadinya interaksi antara makhluk
jasadi dengan Khaliq yang maha tinggi.
Al-Qur’an
menyebutkan, ada tiga cara penyampaian misi ilahiah itu kepada para nabi dan
rasul, yaitu melalui Wahyu, pembicaraan dibalik hijab, dan atau Allah mengirim
seorang utusannya. Dari tiga cara penyampaian misi ilahiah itu, dua diantaranya
langsung dari Allah kepada para nabi adalah melalui Wahyu dan pembicaraan
dibalik tabir.
Wahyu
menurut Al-Hijazi, berarti menyampaikan sesuatu kedalam hati, sama ada diwaktu
bangun ataupun diwaktu tidur.
Menurut
Az-Zarqani, Wahyu itu adalah pemberitahuan Allah kepada hamba pilihannya
mengenai segala macam hidayah dan ilmu yang ingin disampaikan dengan cara
penyampaian hidayah atau ilmu yang ingin disampaikan dengan cara tersembunyi dan
tidak akan terjadi pada manusia biasa. Definisi Al-Hijazi diatas merupakan
wahyu dalam arti umum, dengan kan definisi yang dibuat Az-Zarqani lebih
menggambarkan wahyu sebagai cara Allah, secara langsung, menyampaikan hidayah
dan ilmu kepada para nabinya dengan membisikkan kedalam qalbu mereka sehingga
para nabi itu dengan tanpa belajar dan membaca mengetahui apa-apa yang tidak
diketahui oleh orang lain.
Pembicaraan
dibalik tabir merupakan salah satu cara
Allah menyampaikan risalahnya kepada nabi. Nabi tidak melihat allah, tetapi ia
dapat menerima hidayah atau risalah tersebut, seperti yang dialami oleh nabi
Musa As.
2.
Cara Allah menyampaikan Wahyu
Cara lainnya adalah melalui perantaraan malaikat. Hal ini meliputi empat
cara, yaitu :
a)
Malaikat menyampaikan kedalam
hati nabi, dimana nabi tidak melihatnya.
b)
Datang kepada nabi seperti
seorang laki-laki dan lalu menyampaikan misi ilahiah itu kepadanya
c)
Datang kepada nabi seperti
bunyi bel. Hal ini sangat susah bagi nabi (asyadd alayh), sehingga ia
berkeringat walaupun pada saat cuaca dingin.
d)
Datang kepada nabi dalam
bentuk aslinya sebagai malaikat. Kemudian ia menyampaikan misi ilahiah itu
kepada rasul sesuai dengan apa-apa yang Allah kehendaki.
C.
HADIS QUDSI
1.
Pengertian Hadist Qudsi
Pembahasan-pembahasan
ini diambil dari kitab Al –Ittihafatus Saniyah fil Ahditsil qudsiyah yang telah
disebutkan sebagai penutup pada kitab Al-Ittihafatus Saniyah. Demikian pula
kami nukilkan apa yang dikemukakan oleh Sayyid Jamaluddin Al-Qasimi Ad Damasyqi
dari kitabnya yang bertitel Qawa’iduts Tahdits minfunumi Mushhalahil hadits.
Pengertian
hadist disandarkan kepada qudsi karena
menyandarkan pengertian (ma’na) hadist itu kepada Allah sendiri sebagaimana
definisi Hadist Qudsi dimana Allah memberitakannya kepada Nabi SAW dengan ilham atau tidur. Lalu Nabi SAW memberitakan
pengertian itu dengan ungkapan (susunan kalimat) beliau sendiri. Sedangkan Al-Qur’an lebih dari itu, karena lafazhnya diturunkan
juga dari sisi Allah SWT.
Maulana
Ali Al Qari berkata: Hadist Qudsi adalah
sesuatu yang diriwayatkan oleh sumber para rawi (Rasul) dansumber kepercayaan
dari Allah. Sekali waktu dengan perentaraan Jibril as dan sekali waktu
diserahkan kepada kemauan beliau dengan susunan yang bagaimana pun macamnya.
Perbedaan
antara Al-Qur’an dan Hadist Qudsi
berkembang di kalangan ulama antara lain: tidak sah shalat dengan membaca
Hadist Qudsi , tidakdiharamkan menyentuh dan membaca Hadist Qudsi bagi orang junub, haid dan nifas, lafazhnya
tidak menjadi mu’jizat , dan tidak kafir orang yang menentangnya.
Syaikh
Muhammad Ali Al Faruqi mengemukakan
dalam Kasyful ishthilahat walfunun ketika menerangkan macam-macam dan
pembagian hadist sebagai berikut:
Hadist
itu adalah hadist Nabi dan hadist Ilahi yang disebut juga hadist qudsi. Hadist Qudsi adalah sesuatu
yang diriwayatkan oleh Nabi SAW dari Tuhan Yang Mulia dan Maha Besar. Sedangkan
Hadist Nabi adalah hadist yang tidak demikian itu. Itulah yang dapat difahamkan dari apa
yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Mubin dalam menjelaskan hadist yang ke 24.
Al
Halabi berkata dalam Hasyiyatut Ta’wil dalam bagian pertama ketika menerangkan
ma’na Al-Qur’an : Hadist ilahi adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah Ta’ala
kepada Nabi SAW pada malam Mi’raj dan disebut sebagai Asrarul Wahyi (wahyu
rahasia).
2.
Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Hadist Qudsi
Menurut Amir Humaiduddin perbedaan
antara Al-Qur’an dan Hadist Qudsi ada enam:
a)
Al-Qur’an adalah mu’jizat,
sedangkan Hadist Qudsi tidak
menjadimu’jizat
b)
Shalat itu baru dapat sah dengan
Al-Qur’an, tidak demikian hanya hadist qudsi
c)
Orang yang menentang Al-Qur’an menjadi
kafir, berbeda dengan hadist qudsi penentangnya tidak kafir
d)
Al-Qur’an menggunakan perantara Jibril
ra antara Nabi SAW dan Allah SWT, berbeda dengan hadist qudsi
e)
Al-Qur’an wajib lafalnya dari Allah SWT,
berbeda dengan hadist qudsi yang lafalnya boleh dari Nabi SAW
f)
Al-Qur’an hanya disentuh dalam keadaan
suci, sedangkan hadist qudsi boelh disentuh oleh orang yang hadats. Kemudian
ia berkata: Dengan perbedaan ini nyatalah perbedaan antara hadist qudsi
dan Al-Qur’an, dan apa yang dinasakh bacaannya karena saya ketahui dengan
menukil dari al-Itqan, yang mana kalimat-kalimat Al-Qur’an disebut surat dan
ayat. Demikianlah yang dapat saya kutib
dari Kitab Ittihafatus Saniyah.
Menurut
kuliah Abil Baqa’ dalam membedakan
antara Al-Qur’an dan Hadist Qudsi adalah Al-Qur’an sesuatu yang lafal dan
pengertiannya dari sisi Allah SWT dengan wahyu yang jelas. Adapun Hadist Qudsi
adalah sesuatu yang lafalnya dari sisi Rasul SAW dan pengertiannya dari sisi
Allah dengan ilham atau impian.
Sebagian
ulama berkata: Al-Qur’an adalah lafazh yang menjadi mu’jizat dan diturunkan
dengan perantaraan Jibril sedang Hadist Qudsi itu tidak menjadi mu’jizat dan
tanpa perantara Jibril.
Ath-
Thibi berkata: Al-Qur’an adalah lafazh yang diturunkan oleh Jibril atas Nabi
SAW, sedang Hadist Qudsi adalah pengertiannya diberitakan oleh Allah dengan
ilham atau tidur. Lalu Nabi SAW memberitakan kepada umat beliau dengan susunan
kalimat beliau sendiri.
BAB III
PENUTUP
Al-qur’an
adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW
untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Menurut
istilah, Al-Qur’an adalah firman Allah
yang berupa mukjizat, ditunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, ditulis dalam
mushhaf, dinukilkan secara mutawatir, dan merupakan ibadah bagi yang
membacanya.
Menurut Az-Zarqani, Wahyu itu adalah pemberitahuan Allah
kepada hamba pilihannya mengenai segala macam hidayah dan ilmu yang ingin
disampaikan dengan cara penyampaian hidayah atau ilmu yang ingin disampaikan
dengan cara tersembunyi dan tidak akan terjadi pada manusia biasa.
Maulana
Ali Al Qari berkata: Hadist Qudsi adalah
sesuatu yang diriwayatkan oleh sumber para rawi (Rasul) dansumber kepercayaan
dari Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Umar. 2005. Kontekstualitas Al-qur’an:Kajian Tematik Atas
Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta:
Pt. Penamadani.
Chalil, Moenawar. 1999. Kembali Kepada Al-Qur’an Dan Assunnah.
Jakarta: PT.
Bulan Bintang.
Lembaga Al Qur’an dan Al Hadist
Mejlis Tinggi Urusan Agama Islam Kementrian Waqaf Mesir. 1982.
Kelengkapan Hadist Qudsi. Semarang: CV.Toha Putra.
Yusuf, Kadar M.
2012. Studi Al-Qur’an. Jakarta:Teruna Grefica